Langsung ke konten utama

Klasifikasi qiraah al-Qur'an



Bismillah...

Pada masa usman bin Affan bacaan dan teks qiraah al-Qur'an telah diberi ketetapan berupa kaidah rukun rukun qiraah shahih yang telah disepakati oleh ahlulqurra pada masa itu, rukun rukun tersebut adalah isnad yang shahih, sesuai dengan kaidah bahasa arab, dan sesuai dengan kaidah penulisan rasm usmani. Hal ini ditetapkan guna menghindari perpecahan ummat dan juga menjaga keotentikan alquran itu sendiri, sehingga dari sinilah pengkategorian ini muncul karena ada nya beberapa qiraah yang tidak memenuhi standarisasi qiraah shahih, sehingga para ulama mengkategorikan nya ke berbagai jenis qiraah. Dalam pengkategorian nya sendiri para ulama berbeda pendapat, ada yang mengkategorikan nya hingga enam kategori seperti imam as-Suyuthi yaitu, qiraah mutawatir, ahad, masyhur, syadz dan qiraah maudhu’, dan ada juga yang mencukupkan dua kategori saja seperti imam Jazari yaitu, qiraah mutawatir dan qiraah syadz. 

Namun pada tulisan kali ini penulis hanya mengutip paandangan dari imam jazari, sebagaimana dalam kitab al-Itqan  fi ulumi al-Qur’an beliau imam as-Suyuti mengatakan bahwa beliau lah yang pantas untuk berbicara dalam hal ini.

Berikut beberapa bahasan nya;

Qiraah Mutawatir (Shahih)

Adalah qiraah yang diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Jumhur ulama telah sepakat bahwa qiraah asyarah adalh qiraah yang mutawatir, sebagaimana kata imam ibnu jazari bahwa qiraah sab’ah yang diringkas oleh asy-syathibi dan tiga qiraah yang lain, yaitu qiraah imam abu ja’far, imam ya’qub, dan imam khalaf adalah mutawatir. Setiap qiraah yang dibaca dari salah satu dari yang sepuluh itu diketahui dengan mudah bahwa itu merupakan al-quran yang diturunkan kepada rasulullah saw. Dan tidak ada yang menentang hal ini kecuali orang yang tidak mengetahui nya.

Pada qiraah mutawatir, tidak terpenuhi nya beberapa syarat dari rukun qiraah shahih seperti menyalahi gramatikal bahasa arab, ataupun menyalahi kaidah penulisan rasm usmani tidak menjadikan qiraah ini tertolak. Beberapa ulama mutaakhirin berkata hal tersebut tidak diragukan lagi karena jika sebuah qiraah yang telah ditetapkan sebagai qiraah yang mutawatir, maka tidak dibutuhkan lagi dua rukun yang lainnya, karena semua yang telah ditetapkan kepada Rasulullah dengan cara mutawatir maka wajib diterima dan dipastikan kebenaran nya baik itu sesusai dengan dua rukun yang tadi ataupun tidak. Sebagian yang lain juga mengatakan bahwa qiraah bacaan yang mutawatir sudah pasti memenuhi kaidah rukun yang dua tadi.

Adapun pengertian dari setiap rukun tersebut adalah;

Pertama, sesuai dengan kaidah bahasa arab walau dari satu segi. Dengan maksud sesuai dengan salah satu dari berbagai ragam kaidah bahasa arab, apakah bahasa arab tersebut fasih atau mungkin lebih fasih atau yang disepakati maupun yang diperselisishkan (dengan syarat). Dan qiraah adalah sunnah yang harus diikuti dan wajib diterima dan untuk bisa mencapainya tentunya dengan menggunakan sanad, karena qiraah adalah ilmu yang bersifat periwayatan yang bersumber dari Rasulullah Saw.

Kedua, sesuai dengan kaidah penulisan mushaf usmani walau dari satu segi. Dengan maksud sesuai dengan salah satu kaidah penulisan mushaf usmani, hal ini disebabkan karena dalam penulisan sendiri para sahabat berbeda dalam penulisan nya dan ini bersifat ijtihadi yang menyesuaikan dengan bacaan bacaan qiraah nya.

Ketiga, isnad yang shahih. Ini merupakan hal terpenting dalam rukun bacaan qirah shahih, karena qiraah merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw dengan jalur periwayatan yang shahih dan mutawatir.

Maka dengan terpenuhi nya tiga rukun ini, maka bisa dikatakan qiraah tersebut adalah qiraah yang shahih.   

Qiraah Syadz

          Qiraah syadz adalah qiraah yang hilang dari nya bagian dari rukun rukun qiraah yang shahih. Qiraah syadz dalam pandangan imam ibnu jazari adalah qiraah yang diriwayatkan dengan jalur periwatan (isnad), bahkan ada dengan jalur periwayatan yang shahih. Pada pengertian ini imam ibnu jazari membagi qiraah syadz yang sahih sanad nya menjadi dua bagian;

Pertama, shahih sanad nya, sesuai dengan kaidah bahasa arab, dan kaidah penulisan rasm usmani akan tetapi belum banyak dibacakan dan penyebaran nya tidak meluas

Kedua, shahih sanad nya dan sesuai dengan kaidah bahsa arab, akan tetapi menyalahi kaidah penulisan rasm usmani.

Dalam pengertian imam ibnu jazari diatas qiraah syadz dan qiraah shahih hampir mirip, yaitu dari segi periwayatan nya dengan jalur isnad. Akan tetapi qiraah yg di maksud adalah qiraah yang periwayatan nya mutawatir, Karena menurut imam ibnu jazari qiraah yang diriwayat kan dengan jalur periwayatan yang mutawatir tidak dapat digolongkan kepada qiraah syadz. Adapun qiraah yang tidak diriwayatkan dengan jalur periwayatan (isnad) maka dapat dihukumi dengan qiraah syadz, walaupun ia memenuhi dua rukun kaidah bahasa arab dan kaidah penulisan rasm usmani.
   
Wallahu a’lam

Kairo,

Rabu 22 April 2020

Referensi;
-       Al-itqan fi ‘ulumi al-Quran, Penulis : Imam Jaluluddin as-Suyuthi, Penerbit : Dar al-Hadist, Cairo 2006.
-      Al-Qiraat Al-Quraniyyah, Penulis : Duktur Khairuddin Saib, Penerbit : Dar Ibnu Hazm, Beirut 2008.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

apa itu qiraah asyarah sugra dan kubra?

Bismillah...      Pada masa kekhalifaan Usman bin Affan periwayatan al-Qur’an dengan berbagai ragam bacaan nya telah menemukan titik terang nya pasca ditetapkan nya tiga kaidah baku yang telah ditetapkan oleh khalifah dan para tim penulis wahyu, terlebih saat beliau kembali memerintahkan para ulama delegasi beliau diutus kembali ke amsar,  baca: tujuh kota pusat perkembangan islam.   Ditangan para delegasi inilah kemudian lahirlah para imam qiraat sepuluh yang sampai pada kita hari ini, dimana dari kesepuluh imam tersebut terdapat dua murid yang masyhur dikalangan para ahlulqurra pada masa itu yang kemudian meriwayatkan dan kemudian memberikan kaidah bacaan yang mereka dapatkan dari gurunya, diantara mereka ada yang berguru secara langsung dan juga diantara mereka ada yang berguru melalui perantara, inilah yang disebut dengan periwayatan   bil washitah.  Penetapan para perawi ini berdasarkan kredibilitas dan juga kemasyhuran para perawi nya, sehigga ji...

Penamaan Surah-surah al-Qur'an, ijtihadi atau tauqifi?

Bismillah..  Al-Qur’an merupakan kitab suci yang didalam nya banyak terdapat kemukjizatan-kemukjizatan dari berbagai sisi, mulai dari sisi bahasa, rasm, urutan ayat serta surah-surah didalam nya, hal tersebut telah dibahas oleh para ulama hingga para cendikiawan-cendikiawan muslim dibidang nya masing-masing yang kemudian memberikan kesimpulan penegasan bahwa kitab suci al-Qur’an bukan lah hanya sekedar kitab bacaan yang dibaca siang dan malam, melainkan merupakan sebuah kitab yang dari permulaan hingga akhir bahasan nya penuh dengan kemukjizatan.               Termasuk juga diantara kemukjizatan nya ialah penamaan nya yang masih menjadi pembahasan yang cukup hangat dikalangan para pengkaji al-Qur’an hari ini, akan tetapi jauh sebelum itu para ulama terdahulu sudah lebih dulu membahas dan memberikan pandangan nya masing-masing dengan berlandaskan dalil-dalil yang kuat. Dari sana mereka memberikan dua simpulan yang berb...

Nuzulu al-Qur'an Part 1 (Pengertian dan Tahapan nya)

Bismillaah… Tak terasa bulan Ramadhan telah memasuki separuh akhir dari perjalanan nya, bulan yang didalam nya penuh dengan keberkahan yang melimpah, bulan yang didalam nya diampuni segala dosa, dan juga bulan Dimana al-Qur’an kali pertama diturunkan ke  bait al-Izza , yang dari  peristiwa monumental ini juga yang menandai awal dari wahyu yang diterima oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai bukti kenabian, dan juga sebagai dalil bahwa al-Qur’an bukan lah karangan malaikat Jibril ataupun Nabi SAW.  Dan pengetahuan tentang nuzul al-Qur’an merupakan asas dalam keimanan kita terhadap al-Qur’an. Namun bagaimana peristiwa Nuzul al-Qur’an tersebut terjadi? Dan apa kaitan nya dengan malam laila al-Qadr? Berikut Ulasan nya. Nuzul al-Qur’an Pengertian Dalam banyak kitab lughah, Lafadz  نزل   dalam konteks Nuzul al-Qur’an mengarah pada makna turun nya sesuatu dari atas ke bawah, akan tetapi pemaknaan ini tidak sesuai dengan eksistensi al-Qur’an se...